DAKWAH ISLAMIYAH

 Kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata Da’a yang memiliki banyak arti, diantaranya memanggil, menyeru (mengajak), mengharap. Hal itu tergantung pada susunan kata dan tujuan kalimat yang dimaksud. Setidaknya ada tiga macam pengertian dakwah yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :

  1. Dakwah dalam arti panggilan, yaitu dari atas ke bawah: panggilan dari Tuhan kepada hamba-Nya.
  2. Dakwah dalam arti mengharap, yaitu dari bawah ke atas: dari hamba kepada Tuhan, yang biasa disebut dengan do’a.
  3. Dakwah dalam arti mengajak, menyeru yaitu dari manusia kepada manusia yang bersifat horizontal.

Yang menjadi pokok uraian dalam pembahasan ini adalah point ketiga, yaitu ajakan manusia kepada manusia, mengajak berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan, yang lebih di kenal dengan sebutan: amar ma’ruf nahi munkar. Setiap kegiatan yang mengajak untuk berbuat baik dan melarang berbuat jahat termasuk dalam ruang lingkup Dakwah Islamiyah.

 CARA-CARA MELAKUKAN DAKWAH

Di dalam Al-Qur’an telah di atur garis-garis besar tata cara (metode) melaksanakan Dakwah Islamiyah.

Allah SWT berfirman:

serulah (panggillah) manusia ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula” (An-Nahl : 125)

Dari ayat ini dapat kita pahami, bahwa ada tiga macam tugas pendekatan dakwah (Approach)  yang harus dilakukan dalam menyampaikan Dakwah Islamiyah, yaitu:

  1. Pendekatan dengan hikmah (filosofis) dan aqliyah (rasional)
  2. Pendekatan yang bersifat mau’idzoh (pengajaran)
  3. Pendekatan yang bersifat mujadalah (diskusi, bertukar pikiran).

Dari keterangan ayat di atas dapat disimpulkan, ada tiga kelompok manusia yang dihadapi seorang da’i  dalam melaksanakan Dakwah Islamiyah, yaitu:

  1. Kelompok Berfikir

Golongan ini biasanya disebut kaum terpelajar (intelektual). Biasanya mereka memiliki daya ingat yang kuat, daya tangkap cepat, daya pikir kritis, berpengetahuan dan berpengalaman luas. Metode dakwah yang digunakan untuk menghadapi kelompok ini adalah dengan analisa, dalil ‘Aqli dan Naqli, juga dengan perumpamaan logis yang dapat diterima akal (rasio). Karena kelompok ini cenderung rasionalis. Istilah dakwah yang lebih mengena untuk kelompok ini adalah berdasarkan metode rumusan ilmu filsafat, didalamnya digunakan metode induktif, yaitu penggunaan logika, otak dan akal sehat.

 

Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang bernada seruan dengan metode induktif, untuk memberikan pemahaman kepada kelompok berfikir, supaya mereka memperhatikan alam sekitar sebagai ciptaan Tuhan.

Allah SWT menggambarkan:Ÿ

Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia di ciptakan? Dan langit, bagaimana ia di tinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia di tegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dikembangkan.”(Al-Ghasyiah :17 – 20 )

2.Kelompok Awam

Kelompok ini, tergolong memiliki daya ingat dan tangkap agak lemah. Mendakwahi kelompok ini hendaknya menggunakan metode dan kata-kata yang mudah dipahami. Kelompok ini cukup sederhana dalam berfikir, bahkan mereka tidak suka terhadap penjelasan yang memaksa otak mereka untuk berfikir mendalam.

3.Kelompok MenengahKelompok ini berada di antara dua golongan di atas yaitu, tidak terlalu pandai dan tidak terlalu lemah. Melakukan dakwah pada kelompok ini adalah dengan mengkomparasikan dua metode, yaitu metode dakwah untuk kaum berfikir dan metode dakwah untuk kaum awam. Adapun terhadap kelompok kedua dan ketiga, pada umumnya lebih banyak digunakan metode deduktif, bersifat lebih praktis, memberi keterangan, menarik kesimpulan mengemukakan dalil-dalil pasti dari Al-Qur’an dan Hadits.

KEBIJAKSANAAN AJARAN DAKWAH ALLAH

Sebagai ilustrasi dari tata-cara berdakwah, ada beberapa Riwayat yang menggambarkan implementasi ajaran dakwah Allah, diantaranya adalah: Pertama, dengan hikmah (kebijaksanaan). Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan kepada umat-Nya tentang haramnya khamar (minuman keras), perintah  itu tidak hanya bersifat doktrin belaka, namun diajarkan tata-cara penyampaiannya. Rasulullah melaksanakan perintah Allah SWT sesuai dengan yang diajarkan kepadanya. Menyampaikan secara bertahap, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu, terutama di kalangan bangsa Arab. Masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, terbiasa dengan segala bentuk perbuatan keji, berjudi, suka berperang, membunuh anak perempuannya karena malu, apalagi minum khamar suatu hal yang biasa bagi mereka.

Untuk merubah kebiasaan buruk tersebut, maka Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberantasnya, dibekali dengan metode penyampaiannya, yaitu Allah memerintahkan dengan cara bertahap. Mula-mula Allah menjelaskan bahwa minuman keras mengandung unsur-unsur negatif, mendatangkan dosa, sebab merusak badan manusia sendiri. Dijelaskan khamar juga mengandung unsur positif, tetapi mudharatnya lebih besar bagi kesehatan manusia. Allah SWT berfirman:

Mereka menyakan kepada engkau tentang minuman keras dan judi, katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa (Mudharat) dan manfaat bagi manusia, dan dosanya (mudharat) lebih besar daripada manfaatnya” (Al-Baqarah:219)

Tahapan pertama yang ditempuh Nabi Muhammad SAW adalah memberikan keterangan tentang haramnya khamar. Tahapan kedua adalah larangan minuman khamar ketika hendak melaksanakan shalat. Karena waktu  itu ada sahabat yang menjadi imam shalat dan bacaannya salah karena tidak konsentrasi, karena masih dalam keadaan mabuk.

Tatkala itulah turun ayat kepada nabi Muhammad SAW yang menyerukan kepada orang mukmin untuk meninggalkan khamar. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghampiri(kerjakan) shalat ketika kamu sedang mabuk, sampai kamu mengetahui(sadar) apa yang kamu ucapkan” (Annisa:43)

Di sini sudah mulai dilarang minum khamar, tapi masih dalam waktu tertentu, yakni ketika hendak mengerjakan shalat. Pada tahapan ketiga, Allah menurunkan ayat tentang larangan minum khamar secara keseluruhan. Firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya minuman keras, main judi, berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan kotor. Supaya kalian jadi orang beruntung.” (Al-Maidah:90)

Dari beberapa keterangan di atas, dapat dipahami, dalam melakukan dakwah, haruslah menggunakan tata-cara yang di ajarkan Allah SWT yaitu dengan Hikmah (Kebijaksanaan), dengan memperhitungkan situasi dan kondisi masyarakat sekitar.

KEBIJAKSANAAN  DAKWAH  RASULULLAH

Berkenaan dengan metode atau pendekatan yang bersifat mau’idzah (pengajaran), dapat dikemukakan di sini satu peristiwa tentang gambaran kebijaksanaan dakwah Rasulullah SAW sebagai berikut:

Ada seorang pemuda mendatangi Rasulullah SAW dan menyatakan keinginannya untuk berzina. Mendengar perkataan anak muda itu, para sahabat naik pitam dan hendak mengusir pemuda itu, tapi Nabi melarangnya. Kemudian Nabi Muhammad SAW menyuruh pemuda tersebut mendekatinya seraya bertanya kepada pemuda itu:

“Apakah engkau suka terhadap orang yang berzina dengan ibumu”

“Tidak!” jawab pemuda itu.

“Dengan putrimu sendiri?” Tanya Nabi.

“Tidak!”

“Dengan saudara perempuanmu, atau dengan adik ibumu?”

“Tidak!”

Rasulullah membalikkan perkataan pemuda tersebut dengan mengajaknya berfikir tentang kebenciannya kepada seseorang yang menzinahi salah satu anggota keluarganya. Pemuda itu tersadar, dan Rasulullah berkata: “Kalau engkau tidak mau berzina dengan ibumu, putrimu, saudaramu yang perempuaan dan atau adik ibumu, maka janganlah engkau lakukan hal yang demikian terhadap wanita lain”

Dengan kebijaksanaan Rasulullah menyelesaikan permasalahan pemuda itu, membuatnya tersadar untuk tidak melakukan hal yang tidak disukai jika hal itu dilakukan pada dirinya atau anggota keluarganya. Pemuda itu berubah  menjadi muslim yang shalih, benci terhadap perbuatan zina. (Hadits Riwayat Ibnu Jarir).

Kisah di atas merupakan contoh metode dakwah dengan mujadalah (diskusi, bertukar pikiran). Semoga setiap muslim dapat mengambil pelajaran dari kisah dakwah Rasulullah SAW. Amin Yaa Mujibas Saailiin.